BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Pengertiam Bimbingan dan
Konseling
Beberapa pengertian bimbingan diantaranya:
- Jones: guidance is the help given by one person to another in
making choice and justment and in solving problems. Pengertian ini mengandung
maksud bahwa pembimbing hanya bertugas membantu agar individu mampu membantu
dirinya sendiri dan keputusan terakhir tergantung pada individu yang
bersangkutan.
- Rochman Natawidjaja: bimbingan adalah proses pemberian bantuan
kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan. Supaya individu dapat
memahami dirinya dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan
keluarga serta masyarakat.
- Bimo Walgito: bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang
diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya agar dapat menyesuaikan kesejahteraan
hidupnya.
Dari definisi
di atas disimpulkan bahwa bimbingan merupakan (a) proses yang berkesinambungan,
(b) proses membantu individu, (c) bertujuan agar individu dapat mengarahkan dan
mengembangkan dirinya secara optimal sesuai kemampuannya dan (d) tujuan
utamanya agar individu memahami diri dan menyesuaikan dengan lingkungannya.
B.
Rumusan
masalah
1. Mengetaui prinsip-prinsip oprasional bimbingan dan konseling di
sekolah
2. Mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling
3. Mengetahui orientasi layanan dan bimingan konseling
4. Mengetahui kode etik bimbingan dan konseling
C.
Tujuan
makalah
Mahasiswa
dapat memahami, menganalisa dan aplikatif tentang bimbingan konseling
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-prinsip
orientasi bimbingan dan konseling
1. Prinsip-prinsip umum
Dalam prinsip umum ini dikemukakan beberapa
acuan umum yang mendasari semua kegiatan bimbingan dan
konseling. Prinsip-prinsip umum ini antara lain:
a.
Karena bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingkah laku dan
individu, perlu diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk
dari segala aspek kepribadian yang unik dan ruwet, sikap dan tingkah laku
tersebut dipengaruhi oleh pengalaman-pengalamannya. Oleh karena itu dalam pemberian layanan perlu dikaji kehidupan masa
lalu klien yang diperkirakan mempengaruhi timbulnya masalah tersebut.
b.
Perlu
dikenal dan dipahami perbedaan individual daripada individu-individu.
c.
Bimbingan
diarahkan kepada bantuan yang diberikan supaya individu yang bersangkutan mampu
membantu atau menolong dirinya sendiri dalam menghadapi kesulitan-kesulitannya.
2. Prinsip-prinsip yang berhubung dengan individu yang
dibimbing (siswa)
a.
Program bimbingan harus berpusat pada siswa. Program yang
disusun harus berdasarkan kebutuhan siswa. Oleh sebab itu sebelum penyusunan
program bimbingan perlu dilakukan analisis kebutuhan siswa tersebut.
b.
Pelayan bimbingan harus dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan individu yang bersangkutan secara serba ragam dan serba
luas
c.
Keputusan terakhir dalam proses bimbingan
ditentukan oleh individu yang dibimbing. Dalam pelaksanaan bimbingan,
pembimbingan tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada individu yang dibimbing.
Peranan pembimbing hanya memberikan arahan-arahan serba berbagai
kemungkinannya, dan keputusan mana yang akan diambil diserahkan sepenuhnya
kepada individu yang dibimbing. Dengan demikian klien mempunyai tanggung jawab
penuh keputusan yang diambilnya itu
d. Individu yang mendapat bimbingan harus
berangsur-angsur dapat membimbing dirinya sendiri. Hasil pemberian layanan
diharapkan tidak hanya berguna pada waktu pemberian layanan itu saja, tetapi
jika individu mengalami masalah yang sama di kemudian hari ia akan dapat
mengatasinya sendiri, sehingga tingkat ketergantungan individu kepada
pembimbing semakin berkurang.
3. Prinsip-prinsip khusus yang
berhubungan dengan individu yang memberikan bimbingan
Konselor di adalah dipilih atas dasar
kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman dan kemampuannya. Karena
pekerjaan bimbingan itu tidak dapat dilakukan oleh semua orang dengan demikian
orang yang bertugas sebagai pembimbing di sekolah harus dipilih atas
dasar-dasar tertentu, misalnya kepribadian, pendidikan, pengalaman dan
kemampuannya di kualifikasi tersebut dapat mendukung keberhasilan pembimbing
dalam melaksanakan tugasnya baik masalah-masalah yang dalam pemecahannya
memerlukan dukungan pengalaman pembimbing, keluasan wawasan maupun kemampuan
lainnya.
B.
Asaa-asas bimbingan dan konseling
Penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung
bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada
prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan.
Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih
menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat
menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau
mengaburkan hasil layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling itu sendiri.
Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini
sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan
bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas ini
tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan
konseling akan berjalan tersendat-sendat
atau bahkan terhenti sama sekali.
Asas- asas
bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1. Asas Kerahasiaan
(confidential);
yaitu
asas yang menuntut dirahasiakannya
segenap data dan keterangan peserta didik
(klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang
tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru
pembimbing (konselor) berkewajiban
memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya
benar-benar terjamin,
2. Asas
Kesukarelaan;
yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan
dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang
diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan;
yaitu
asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan
bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan
tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi
dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor)
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta
didik (klien) mau terbuka, guru
pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan dan kekarelaan.
4. Asas Kegiatan;
yaitu
asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan
dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru
Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat
aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang
diberikan kepadanya.
5. Asas
Kemandirian;
yaitu
asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta
didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang
mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru
Pembimbing (konselor) hendaknya mampu
mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya
kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian;
yaitu
asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta
didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat
sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat
peserta didik (klien) pada saat
sekarang.
7. Asas
Kedinamisan;
yaitu
asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta
didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas
Keterpaduan;
yaitu
asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan
bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan
sebaik-baiknya.
9. Asas
Kenormatifan;
yaitu
asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, dan kebiasaan –
kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling
ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami,
menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian;
yaitu
asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli
dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus
terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling dan dalam penegakan kode
etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus;
yaitu
asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan
peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih
ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli
lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak
yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar
sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani;
yaitu
asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan
dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan
keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada peserta didik
(klien) untuk maju.
13. Asas kerjasama
Usaha layanan Bimbingan dan konseling merupakan upaya bersama klien
dan konselor serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses layanan
Bimbingan dan konseling untuk mencari pemecahan masalah yang dialami oleh
klien. Dapat terselenggaranya layanan Bimbingan dan konseling secara efektif
apabila adanya kerjasama yang baik dari semua pihak yang terlibat, tanpa adanya
kerja sama maka layanan Bimbingan dan konseling tidak akan mungkin
terselenggara secara baik.
Dapat terjadi kerjasama yang baik apabila masing-masing pihak yang
terlibat memahami akan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan layanan
tersebut. Di samping itu juga sadar akan perannya masing-masing dalam proses
layanan Bimbingan dan konseling. Apabila masing-masing pihak terlibat dalam
proses layanan Bimbingan dan konseling memiliki tujuan yang berbeda dan tidak
memahami perannya, maka dapat terjadi saling bertentangan dan berkjalan
masing-masing.
C.
Orientasi
Layanan Bimbingan Konseling
1. Orientasi
individual
Pada hakekatnya setiap individu itu mempunyai perbedaan satu sama
lainnya. Perbedaan itu dapat bersumber dari latar belakang pengalamannya,
pendidikan, sifat-sifat kepribadian yang dimiliki an sebagainya. Menurut Willer
Man (1979) anak kembar satu telur pun juga mempunyai perbedaan apalagi
dibesarkan dalam lingkungan berbeda. Ini dibuktikan bahwa kondisi lingkungan
juga ikut andil terjadinya perbedaan individu. Taylor (1956) juga menyatakan
kelas sosial dapat menimbulkan perbedaan individu.
Perbedaan
latar belakang kehidupan individu ini dapat mempengaruhi dalam cara berpikir,
cara berperasaan dan cara menganalisis masalah dalam layanan bimbingan dan
konseling hal ini harus menjadi perhatian besar.
2.
Orientasi perkembangan
Masing-masing individu berada pada usia perkembangannya. Setiap
usaha perkembangan yang bersangkutan mampu mewujudkan tugas-tugas perkembangan
itu. Sebagai contoh dapat dikemukakan tugas-tugas masa remaja menurut
Havighurts yang dikutip oleh Hurlock (1980) antara lain :
a.
Mampu mengadakan hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya
baik laki-laki maupun perempuan
b.
Dapat berperan sosial yang sesuai, baik peranannya sebagai laki-laki atau
sebagai perempuan
c.
Menerima keadaan fisik serta dapat memanfaatkan kondisi fisiknya dengan baik
d.
Mampu menerima tanggung jawab sosial dan bertingkah laku sesuai dengan tanggung
jawab sosial.
e.
Tidak tergantung secara emosional pada orang tua atau orang dewasa lainnya.
3.
Orientasi masalah
Pelayanan bimbingan dan konseling harus menekankan penanganannya
pada masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Konselor jangan sampai
terperangkap kepada masalah-masalah lain yang tidak dikeluhkan oleh klien. Hal
ini identik dengan ‘asas kekinian’ (Priyatno, 1985). Artinya pembahasan masalah
difokuskan pada masalah yang saat ini (saat berkonsultasi) dirasakan oleh
klien.
D.
Kode
etik bimbingan dan konseling
Berdasarkan keputusan pengurus besar
asosiasi bimbingan dan konseling Indonesia (PBABKIN) nomor 10 tahun 2006
tentang penetapan kode etik profesi bimbingan dan konseling, maka sebaian dari
kode etik itu adalah sebagai berikut:
1. Kualifikasi konselor dalam nilai,
sikap,keterampilan, pengetahuan dan wawasan.
a. Konselor wajib terus menerus mengembangkan
dan menguasai dirinya. Ia wajib mengerti
kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat
mempengarui hubunganya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu
pelayanan profesional serta merugikan klien.
b. Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat
sederhana, rendah hati, sabar, menepati jajni, dapat dipercaya, jujur,tertib
dan hormat.
c. Konselor wajib memiliki rasa tangggung
jawab terhadap saran maupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari
rekan –rekan seprofesi dalam hubunyanga dengan pelaksanaan
ketentuan-keteentuaan tingkah laku profesional sebagaimana di atur dalam Kode
Etik ini.
d. Konselor wajib mengutamakan mutu kerja
setinggi mungkin dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk
keuntungan material, finansial, dan popularitas.
e. Konselor wajib memiiki keterampilan
menggunakan tekhnik dan prosedur khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan
yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
2. Penyimpanan dan Penggunann Informasi.
a. Catatan tentang diri klien yang meliputi
data hasil wawancara, testing, surat menyurat, perekaman dan data lain,
semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan
untuk kepentingan klien. Penggunaan data/ informasi untuk keperlian riiset atau
pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas kien di rahasiakan.
b. Penyampaian informasi klien kepada keluarga
atau kepada anggota profesi lain membutuhka persetujuan klien.
c. Penggunaan informasi tentang klien dengan
anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk
kepentingan klien dan tidak meruikan klien.
d. Keterangan mengenai informasi profesional
hanya boleh diberikan kepada orang yang
berwenang menafsirkan dan menggunakanya.
3. Hubungan dengan Penberian pada Pelayanan.
a. Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor.
b. Klien sepenuhnya berhk mengakhiri hubungsn dengan konselor,
meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya
konselor tidak akan melanjutkan hubugan apabila klien ternyata tidak memperoleh
manfaat dari hubungan itu.
4.
Hubungan dengan Klien.
a. Konselor wajib
menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien.
b. Konselor wajib menempatkan kepetingan klienya di atas
kepentingan pribadinya.
c. Dalam melakukan
tugasnya konselor tidak mengadakan pembedaan klien atas dasar suku, bangsa,
warna kulit, agama atau status sosial ekonomi.
d. Konselor tidak akan
memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang
bersangkutan.
e. Konselor wajib
memberikan bantuan kkepada siapapun lebih-lebih dalam keadaan darurat atau
banyak orang yang menghendaki.
f. Konselor wajib
memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki oleh klien.
g. Konselor wajib menjelaskan kepasa klien sifat hubungan yang sedang dibinadan batas-batas tanggung
jawab masig-masing dalam hubungan profesional.
h. Kon selor wajib mengutamakan perhatian kepada klien, apabila
timbul masalah dalam kesitiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan
pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
i. Konselor tidak bisa memberikan bantuan kepada sanak keluarga,
teman-teman karibnya, sepangjan hubunganya.
5. Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
Dalam rangka pemberian pelayanan
kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia wajib
berkonsultasi dengan sejawat selingkungan profesi. Untuk hal itu ia harus
mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
6.
Alih Tangan Kasus
Yaitu
kode etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan
peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih
ahli.
BAB II
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan yang telah di lakukan, kami menyimpulkan bahwa dalam menjalankan
bimbingan dan konseling banyak yang harus di lakukan dan di ketahui oleh guru
bimbingan konseling seperti;
a.
Prinsip-prinsip
orientasi bimbingan dan konseling
1.
Prinsip
umum
2.
Prinsip-prinsip
yang berhubung dengan individu yang dibimbing (siswa)
3.
. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan
individu yang memberikan bimbingan
b.
Asas-asas
bimbingan konseling
c.
Orientasi
layanan bimbingan konseling
d.
Kode
etik bimbingan konseling
SEMANGAT TETAP . 86
Belum ada tanggapan untuk "Bimbingan Konseling"
Post a Comment