Makalah Riba

BAB I

PENDAHULUAN


        Alam semesta ini adalah milik Allah SWT, sedangkan manusia adalah penerima kepercayaan dari Allah yang harus dipeliharanya.Dengan berkembangnya peradaban manusia, manusia banyak melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mulai dari menabung, meminjam uang, dan sampai kepada yang menggunakan jasa untuk mngirim uang dari berbagai kota dan negara.  Dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam telah memberi ketetapan bahwa riba hukumnya adalah haram.
        Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan presentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang telah dibebankan kepada peminjam.Secara umum, riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
        Mengenai riba, Islam bersikap keras dalam persoalan ini karena semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia baik dari segi akhlak, masyarakat maupun perekonomiannya. Karena,Pada hakekatnya riba (kredit lunak berbunga besar), atau pinjaman yang salah penerapannya akan berakibat “meningkatnya harga barang yang normal menjadi sangat tinggi, atau berpengaruh besar terhadap neraca pembayaran antar bangsa, kemudian berakibat melejitnya laju inflasi, akibatnya akan dirasakan pada semua orang pada semua tingkah penghidupan.




                                                           



           

                                                                        
BAB II

Pembahasan

A.    Pengertian Dan Hukum Riba
                                                                                         
            Ditinjau dari Bahasa Arab riba memiliki makna tambahan, tumbuh, dan menjadi tinggi. Riba menurut Bahasa adalah menambah dan berkembang, sedangkan menurut istilah adalah tambahan dalam hal-hal tambahan tertentu.Adapun pengertian riba menurut beberapa   Ulama adalah sebagai berikut :
a)      Menurut Mughni Muhtaj oleh Syarbini, riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
b)      Menurut Al-Jurnaini merumuskan definisi riba yaitu kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyariatkan dari salah seorang bagi dua orang yang membuat akad.
c)      Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Qur’an, riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang yang meminjamkan uang 1000 rupiah mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia mendapat tambahan 1000 rupiah tanpa ganti.[1]

B.     MACAMM-MACAM RIBA.

            Ada dua macam riba, yakni riba nasi’ah dan riba fadl. Berikut ini penjelasan mengenai kedua riba tersebut:
a.       Riba Nasi’ah adalah pertambahan bersyarat yang di terima oleh pemberi utang  seagai kompensasi atas penangguhan pembayaran utang. Jenis riba ini diharamkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunah, dan ijma’ para ulama.                                 
b.      Riba Fadl adalah kelebihan yang terjadi pada penjualan mata uang dengan mata uang, makanan dengan makanan. Jenis riba ini juga di haramkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunah, dan Ijma. Selain karena riba fadl adalah pintu menuju riba nasi’ah.[2]
            Penanaman riba fadl melampaui makna srebenarnya, seperti penanaman sesuatu dengan nama penyebapnya. Abu Said Al-Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, yang artinya:
      Artinya: “ Janganlah kamu menukar uang satu dirham dengan dua dirham. Aku takut kamu terjerumus ke dalam riba.”
                  Berdasarkan hadits tersebut, Rasulullah saw, melarang riba  fadl karena khawatir menjadi riba nasi’ah. Hadist menyebutkan secara tekstual bahwa riba fadl terjadi pada enam jenis barang, yaitu emas, perak, tepung, gandum, biji gandum, kurma dan garam.
                  Dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah saw, bersabda,
Artinya: Emas boleh di tukar dengan emas, perak dengan perak, tepung dengan tepung, bijigandum dengan biji gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, dengan syarat sama berat dan takarannya. Juga di serahkan tunai dari tangan ke tangan. Barang siapa meleihkan atau meminta di lebihkan, sungguh, ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil dan yang memberikan sama saja.”(HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).[3]

C.    Hukum Riba dalam Islam
            Riba diharamkan di semua agama samawi.Riba dilarangdalam agama Yahudi, Nasrani, juga Islam. Di sebutkan dalam kitab perjanjian lama, “ jika kamu meminjamkan harata kepada salah seorang putra bangsaku, janganlah bersikap seperti orang yang mengutangkan; jangan meminta keuntungan atas hartamu” (ayat 25 pasal 22 b)
      “ jika saudaramu membutuhkan sesuatu, maka tanggunglah.
Janganlah kamu meminta keuntungan dan manfaat darinya.”( Ayat 35 pasal 25 Kitab Imamah)
            Al-Qur’an telah membantah mereka dalam hal ini,  ” dan di sebapkan mereka mengambil ( memakan riba, padahal mereka sudah di larang melakukannya.” ( An- Nisa’: 161)




            Dalam Al-Qu’ran, Allah swt. Menjelaskan tentang riba dalam beberapa tempat yang tersusun secara kornologis berdasarkan urutan zaman.Pada periode mekah, turun firman Allah swt.
!$tBurOçF÷s?#uä`ÏiB$\/Íh(#uqç/÷ŽzÏj9þÎûÉAºuqøBr&Ĩ$¨Z9$#Ÿxsù(#qç/ötƒyYÏã«!$#(!$tBurOçF÷s?#uä`ÏiB;o4qx.yšcr߃̍è?tmô_ur«!$#y7Í´¯»s9'ré'sùãNèdtbqàÿÏèôÒßJø9$#ÇÌÒÈ
Artinya: “ Dan suatu riba ( tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka ribah tidak menambahkan sesuatu di sisi allah, Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridahan Allah, maka ( yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” (Ar- Rum: 39)
      Pada priode Madinah, turun ayat yang mengharamkan riba secara jelas,

$ygƒr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#qãYtB#uäŸw(#qè=à2ù's?(##qt/Ìh9$#$Zÿ»yèôÊr&Zpxÿy軟ÒB((#qà)¨?$#ur©!$#öNä3ª=yès9tbqßsÎ=øÿè?ÇÊÌÉÈ
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu di kasihi.” (Ali- Imron; 130)
            Riba termasuk dosa besar, sebagaimana di jelaskan dalam hadis yang di riwayaatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw, bersabda:
            Artinya: “ jauhilah olehmu tuju hal yang bisa membinasakan “ Mereka bertanya, “ Wahai rasulullah, apakah tujuh hal iu? “ Rasulullah menjelaskan, “ Yaitu, menyekutukan Allah, perbuatan sihir, membunuh jiwa yang dilarang kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarang diri dari peperangan musuh, dan menuduh (berzina) wanita yang suci.”
            Allah melaknat semua orang yang terlibat dalam riba.Dia melaknat para pemberi utang yang mengambil riba, orang yang berutang yang memberikan riba, orang yang mencatat transaksi riba, dan para saksinya.
            Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Jabir bin Abdullah ra. Bahwa Rasullah saw. Bersabda:
Artinya: “ Allah melaknat para pemakan riba, orang yang memberikannya, keda saksi dan pencatatnya.”
            Imam Daruquthni meriwayatkan dari Abdullah bin Hanzalah, Rasulullah saw. Bersabda:
Artinya: “ Satu dirham hasil riba lebih besar dosanya dibandingkan dosa berzina sebanyak tiga puluh enam kali.”[4]
            Riba diharamkan dalam keadaan apapun dan dalam bentuk apapun.diharamkan ataspemberian piutang dan juga atas orang yang berhutang darinya dengan memberikan bunga baikyang berhutang itu adalah orang miskin atau kaya. Berkaitan dengan hal tersebut, hukum ribatelah dipertegas dalam Al-Qur’an dan Hadist sebagai berikut:
    1.         Dalam surah al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seeperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah samoai kepadanya larangan Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambil dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengukangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya ”.
    2.         Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 278-279, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tingalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kami tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”
    3.         Dalam surah Ali AImran:130 Allah berfirman, “hai orangorang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.
    4.         Dari Abu Hurairah ra bahwa  Nabi Muhammad saw bersabda, “jauhilah 7 hal yang membinasakn, pertama melakukan kemusyrikan kepada Allah, kedua sihir, ketiga membunuh jiwa yang telah diharamkan kecuali dengan cara yang haq. Keempat makan riba, kelima memakan harta anak yatim, keeenam melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan ketujuh menuduh berzina dengan perempuan baik-baim yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.
    5.         Dari Jabir ra Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya, dan penulisnya. Dan beliau bersabda, “mereka semua sama.
    6.         Dari Abdullah bin Hazhalah ra dari Nabi saw bersabda, “satu dirham yang riba dimakan seseorang padahl ia tahu adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur”.[5]


D.    SEBAB-SEBAB DI HARAMKAN RIBA.

Ada beberapa alasan mengapa Islam sangat melarang keras riba dalam perekonomian Islam adalah:
1)   Bahwa kehormatan harta manusia sama dengan kehormatan darahynya. Oleh karena itu mengambil harta kawannya tanpa ganti sudah pasti haram.
2)   Bergantung pada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan kerja sebab jika si pemilik uang yakin bahwa degan melauli riba dia akan memperoleh tamabahan uang baik kontan maupun berjangka, maka ia akan memudahkan persoalan mencari penghidupan sehingga hamper-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang, dan pekerjaan yang berat.
3)   Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma’ruf) antara sesama dalam bidang pinjam meminjam. Sebab jika riba itu haram maka seseorang akan merasa senang meminjamkan uang 1000 rupiah dan kembalinya 1000 rupiah juga. Sedangkan riba jika riba dihalalkan maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap berat denga pinjamannya 1000 rupiah diharuskan mengembalikan 2000 rupiah.
4)   Pada umumya pemberi piutang adalah orang kaya sedangkan peminjam adalah orang miskin. Maka pendapat yang membolehkan riba berarti meberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Sedangkan tidak layak berbuat demikian sebagai sarana memperoleh rahmat dari Allah swt.[6]

E.     Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya.Karena, menurut sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at. Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram.
     Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba antara lain:
a.    Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.
b.    Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian profit and loss sharing
c.    Syirkah (perseroan) adalah dimana pihak bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom vetura).Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.
d.   Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan.
e.    Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% : 40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak bank.
            Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari dengan cara berpuasa. Mengapa demikian?Karena seseorang yang berpuasa secara benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah.Puasa bertujuan untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa bukan hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan larangan Allah swt.
Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun juga agar ahlak kita semakin baik.Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba.Sangat aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai orang yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini dengan sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan (komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh nyata bagimu”                      
Ayat  ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan sebagainya.[7]

F.     Manfaat Berekonomi Tanpa Dengan Riba
Keharusan berekonomi secara syariah ini lantaran penerapanya memiliki manfaat yang sangat besar bagi umat Islam.Pertama umat Islam bisa menjalankan agamanya dalam bidang ekonomi yang pada gilirannya menggiringnya kepada pengamalan Islam secara utuh. Kedua, menerapkan dan mengamalkan sistem ekonomi sayariah mendapat duakeuntungan,yaitu duniawi dan ukhiawi. Keuntungan duniawi berupa uang, keuntungan akhirat berupa pahala ibadah melalui pengamalan syariah Islam dan terhindar dari dosa riba. Ketiga,
            Memajukan ekonomi Islam lewat lembaga keuangan syariah, berarti umat Islam berupaya mengentaskan kemiskinan.[8]


G.    Hikmah Riba
      Di antara hikmah di haramkannya riba selain hikmah-hikmah umum di seluru perintah-perintah syari’i yaitu menguji keimanan seseorang hamba dengan taat, mengerjakan perintah atau meninggalkannya adalah sebagai berikut:
1). Melindungi harta orang Muslim agar tidak di makan dengan batil.
2). Memotivasi orang Muslim untuk menginvestasikan hartanya pada usaha-usaha yang           bersih dari penipuan, jauh dari apa saja yang menimbulkan kesulitan dan kemarahan          di antara kaum Muslimin, misalnya dengan cocok tanam, industri,bisnis yang benar,          dan lain sebagainya.
3).Menutup seluruh pintu bagi orang Muslim yang membawa kepada memusuhi dan    menyusahkan saudaranya,  serta membuat benci dan marah kepada saudaranya.
4). Menjauhkan orang Muslim dari sesuatu yang menyebapkan kebinasaannya, karena pemakan riba adalah orang yang zhalim dan akibat kezhaliman adalah kesusahan.    Allah Ta’ala Berfirman,
      “ Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezhaliman kalian akan menimpa diri kalian          sendiri.” (Yunus: 23).
      Rasulullah Shallaallahu Alahi wa Salam bersabda,
      “ Takutlah kalian kepada kezhaliman, karena kezhaliman adalah kegelapan pada hari          kiamat. Dan takutlah kalian kepada kikir, karena kikir membawa orang-orang            sebelum kalian kepada menumpahkan darah mereka dan menghalalkan apa-apa yang     di haramkan kepada mereka.“ (Diriwayatkan Muslim).
5). Membuka pintu-pintu kebaikan di depan orang Muslim agar ia mencari bekal untuk            akhiratnya, misalnya dengan memberikan pinjaman kepada saudara seagamanya     tanpa meminta uang tambahan atas hutagnrnya (riba), memberi tempo waktu kepada            peminjam hingga bisa membayar hutangnya, memberi kemudahan kepadanya, dan         menyayanginya karena ingin mendapatkan ridoh Allah swt. Itu semua bisa       menebarkan kasi sayang sesama kaum muslimin dan menumbuhkan jiwa     persaudaraan sesame mereka.
           





BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan
            Berdasarkan uraian tentang riba yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa :
·   Riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
·                 Cara untuk menghindari riba adalah dengan berpuasa, menerapakan prinsip hasil bagi, wadiah, mudarabah, syirkah, murabahah, dan qard hasan.
·                 Prinsip hasil bagi dalam ekonomi sayariah memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan bunga bank, ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti.Berekonomi secara syariah dapat membatu mengentaskan kemiskinan.Agar kita tetap menjadi muslim yang berpegang teguh pada syariat Islam, kita sebaiknya dapat menahan diri dan menjauhi segala larangan Allah swt. Dengan memperkuat iman kita pada Allah swt, kita dapat hidup dengan tenang, bahagia di dunia maupun di akhirat.















                                         DAFTAR  PUSTAKA
Sabiq Sayyid, Fikih Sunah, Al-I’Tishom, Jakarta, 2011
htt: // arsalam center. Com/ perbedaan antara riba dan jual beli









[1]http: // id. Wikipedia.Org/ekonomi syariah.
[2]Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Cet 1, 2000 M, Hal 333.  
                                                                                                               
                                                                                                               

[3] Sayyid Sabik, Fiqih Sunah, Cet 1, 2000 M, Hal 334.

[4] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Cet 1, 2000 M, Hal 334. 
[5]http: // Arsalam Center. Com/ Perbedaan antara Riba dan Jual beli.
[6]htt: // de-kill. Blogspot.Com/ Riba dalam Islam.
[7]htt :// id. Wikipedia.Org/ Riba.
[8]htt;// id. Wikipedia Org/ Riba.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Makalah Riba"

Post a Comment